Malang| badilag.mahkamahagung.go.id. Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama pada tanggal 1 s/d 3 Agustus 2022 bertempat di Pengadilan Agama Kabupaten Malang melakukan finalisasi dan pengesahan Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Penyandang Disabilitas di Pengadian Dalam Lingkungan Peadilan Agama.
Sidanggugatan perceraian di pengadilan agama Soreang bisa mencapai 250 kasus (24/8). Diketahui, para warga sedang mengajukan pendaftaran gugatan cerai di pengadilan agama Soreang, Kabupaten Bandung. Keterangan dalam video tersebut yaitu Senin (24/8) "Ini bukan antrean penerima bansos guys, tapi ini antrean orang-orang yang mau cerai di
AgamaKota Malang 2.Bagaimana dampak perceraian di Pengadilan Agama Kota Malang. Tujuan Penelitian ini adalah Untuk mengetahui penyebab yang melatar belakangi perkara perceraian di Pengadilan Agama Kota Malang, Untuk mengetahuifaktor-faktor dan penyebab masalah perceraian di Pengadilan Agama Kota Malang.
Sebagaigambaran, berikut akan disajikan Panjar Biaya Perkara Tingkat Pertama (Cerai Talak/Cerai Gugat) di Pengadilan Agama Kabupaten Malang. Data ini didapatkan dari situs resmi pa-malangkab.go.id. Biaya tersebut merupakan biaya yang berlaku sejak tahun 2021. Biaya Perceraian Kabupaten Malang Keterangan:
PerkaraPerkawinan Di Pengadilan Agama. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan agama Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama membolehkan non muslim menundukkan diri secara sukarela kepada hukum Islam. Ketentuan seperti ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 49
denganjudul "Putusan Verstek Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi Kasus Di Pengadilan Lampiran 7 Daftar Pertanyaan Wawancara Pengadilan Agama Kabupaten Malang 100 . 22 Daftar Pustaka "Pengadilan Agama Kabupaten Malang." (5 Januari 2021). https://www.pa-
.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Indonesia merupakan negara yang memberikan hak kebebasan bagi warga negaranya untuk memilih kepercayaan dan juga pasamgan hidupnya. namun seringkali terjadi warga negara Indonesia mendapatkan pasangan yang berbeda keyakinan dan masih bertanya-tanya dapatkan mereka melangsungkan perkawinan beda agama di Indonesia. Dalam Pasal 10 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Ayat 1 nya dinyatakan bahwa setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah dan dalam Ayat 2 nya dinyatakan bahwa perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersagkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan memberikan kepastian hukum bagi kedua calon mempelai beda agama untuk dapat melangsungkan perkawinannya melalui permohonan penetapan Pengadilan Negeri walaupun sebagaian besar masyarakat Indonesia yang memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang agama dan aliran kepercayaan, mereka menolak nikah beda agama. Walaupun dalam undang-undang perkawinan tidak memberikan peluang untuk nikah beda agama dan Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia membatasi kebebasan dalam memilih pasangan beda agama untuk menikah. Kedua Undang-Undang tersebut sangat berbeda dengan Undang-Undang tentang Adminsitrasi Kependudukan yang memberikan peluang untuk pasangan nikah beda agama untuk dapat melangsungkan pernikahannya dengan cara mengajukan permohonan kepengadilan. pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan. Yang dimaksud Pengadilan pada Pasal 35 huruf a adalah perkawinan berbeda agama. Perkawinan beda agama di Indonesia sebagai negara yang beragama tidak lagi dapat dihindarkan karena pada kenyataanya manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dan timbul perasaan cinta diantara mereka. Berdasarkan Hukum positif di Indonesia yang telah memberikan payung hukum mengenai perkawinan yang terwujud dalam eksistensi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah jelas mengatur bahwa "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."aktor beda agama tidak lagi dimasukkan dalam aturan perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Melainkan perkawinan campuran yaitu perkawinan yang terjadi antara WNI dengan terbalik dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, beberapa Pasal dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam justru berani membuat gebrakan baru untuk mengatur persoalan perkawinan beda agama, yaitu 1. Pasal 4Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan2. Pasal 40 huruf cDilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;c. seorang wanita yang tidak beragama ini bertalian erat dengan Pasal 18 yang mengatur Bagi calon suami dan calon isteri yang akan melangsungkan pernikahan tidak terdapat halangan perkawinan sebagaimana diatur dalam bab Pasal 44 Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Pasal 61 Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaafu al 61 merupakan tindakan pencegahan perkawinan yang diajukan sebelum terjadi perkawinan, sehingga pasal ini tidak mempunyai konsekuensi hukum bagi sah tidaknya perkawinan karena belum terjadi akad nikah. Pencegahan diajukan kepada Pengadilan Agama dalam daerah hukum tempat perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan kepada PPN Pasal 116 huruf h Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah menurut Majelis Ulama Indonesia sebagai organisasi masyarakat yang selama ini selalu menjadi rujukan solusi bagi setiap problematika umat muslim, dalam Musyawarah Nasional MUI ke-VII pada tanggal 26-29 Juli 2005 di Jakarta memutuskan dan menetapkan bahwa1 Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah;2 Perkawinan pria muslim dengan wanita ahli kitab menurut qaul mu'tamad adalah haram dan tidak sah. melalui Putusan Nomor 68/PUU-XII/2014 dan Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010, MK telah memberikan landasan konstitusionalitas relasi agama dan negara dalam hukum perkawinan bahwa agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan negara menetapkan keabsahan administratif perkawinan dalam koridor hukum. lalu dipertegas dengan Wakil Sekjen MUI Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah menyatakan, putusan MK telah sesuai UU 1/1974, yakni perkawinan harus berdasarkan agama dan kepercayaannya. Perkawinan beda agama tidak sah karena tidak sesuai dengan UU. Sementara Muktamar Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ke XXII, tanggal 12-16 Februari 1989 di Malang Jawa Timur, menetapkan beberapa keputusan, antara lain tentang Tuntunan Keluarga Sakinah dan Nikah Antar Agama. Menurut keputusan Muktamar tersebut, nikah antar agama hukumnya haram. Maka perkawinan antara seorang pria muslim dengan wanita ahlu kitab atau wanita musyrik dan perkawinan wanita muslim dengan pria ahlu kitab atau pria musyrik dan kafir adalah haram Keputusan Muktamar Tarjih301-308. Kedua Institusi keagamaan di atas baik MUI maupun Majlis tarjih dalam menetapkan status hukum perkawinan beda agama menggunakan landasan hukum yang hampir sama, yaitu berdasarkan pada Al-Quran, As- Sunnah dan Qawaid Fiqhiyah. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
MALANG KOTA – Pandemi diduga menjadi pemicu naiknya angka perceraian di Kota Malang. Buktinya, berdasarkan data Pengadilan Agama PA Kota Malang, selama Januari-Juli 2021 PA Kota Malang menangani sebanyak kasus perceraian. Sementara pada Januari-Juli 2020 ada sebanyak kasus perceraian atau ada kenaikan 212 kasus perceraian. Panitera Pengadilan Agama Kota Malang Drs Chafidz Syafiuddin SH MH mengatakan perceraian ini memang kerap terjadi dan penyebabnya dari berbagai faktor. Dia juga mengaku tidak mengetahui secara pasti atas terjadinya peningkatan kasus perceraian itu. “Karena PA hanya menangani kasusnya, dan kami sifatnya pasif tidak bisa mengintervensi,†terang Chafidz Syafiuddin. Bisa jadi peningkatan ini juga karena tercampur dengan kasus di tahun sebelumnya. Yang jelas, beberapa penyebab perceraian itu di antaranya ada yang menggugat cerai karena ketahuan zina, mabuk dan judi. Tak hanya itu, ada juga yang mendaftarkan gugatan cerai karena ditinggalkan salah satu pihak atau enggan dipoligami. Bahkan, ada juga yang bercerai karena salah satu pasangannya menjalani hukuman penjara atau bercerai karena kasus kekerasan dalam rumah tangga KDRT. “Tapi yang paling mendominasi ya karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan juga faktor ekonomi. Dua penyebab ini yang paling banyak,†terangnya. Dari rekapan PA Kota Malang tahun ini, selama 7 bulan, ada sebanyak 926 kasus perceraian karena alasan perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus. Sementara angka tertinggi yang lainnya karena faktor ekonomi, yakni sebanyak 242 kasus perceraian. Sementara untuk alasan meninggalkan salah satu pihak ada sebanyak 191 kasus perceraian. Sementara, faktor perceraian yang juga perlu diwaspadai yakni karena adanya kekerasan KDRT. Jika dilihat dari data, dia melanjutkan, kasus KDRT ini ada di nomor 4 tertinggi dari penyebab terjadinya perceraian. Pasalnya, selama 7 bulan sudah ada 15 dari kasus KDRT yang berujung pada perceraian. “Kekerasan dalam rumah tangga memang masih kerap terjadi di beberapa lingkungan sekitar dan itu menjadi salah satu pemicu dari perceraian,†pungkasnya. ulf/mas/rmc MALANG KOTA – Pandemi diduga menjadi pemicu naiknya angka perceraian di Kota Malang. Buktinya, berdasarkan data Pengadilan Agama PA Kota Malang, selama Januari-Juli 2021 PA Kota Malang menangani sebanyak kasus perceraian. Sementara pada Januari-Juli 2020 ada sebanyak kasus perceraian atau ada kenaikan 212 kasus perceraian. Panitera Pengadilan Agama Kota Malang Drs Chafidz Syafiuddin SH MH mengatakan perceraian ini memang kerap terjadi dan penyebabnya dari berbagai faktor. Dia juga mengaku tidak mengetahui secara pasti atas terjadinya peningkatan kasus perceraian itu. “Karena PA hanya menangani kasusnya, dan kami sifatnya pasif tidak bisa mengintervensi,†terang Chafidz Syafiuddin. Bisa jadi peningkatan ini juga karena tercampur dengan kasus di tahun sebelumnya. Yang jelas, beberapa penyebab perceraian itu di antaranya ada yang menggugat cerai karena ketahuan zina, mabuk dan judi. Tak hanya itu, ada juga yang mendaftarkan gugatan cerai karena ditinggalkan salah satu pihak atau enggan dipoligami. Bahkan, ada juga yang bercerai karena salah satu pasangannya menjalani hukuman penjara atau bercerai karena kasus kekerasan dalam rumah tangga KDRT. “Tapi yang paling mendominasi ya karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan juga faktor ekonomi. Dua penyebab ini yang paling banyak,†terangnya. Dari rekapan PA Kota Malang tahun ini, selama 7 bulan, ada sebanyak 926 kasus perceraian karena alasan perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus. Sementara angka tertinggi yang lainnya karena faktor ekonomi, yakni sebanyak 242 kasus perceraian. Sementara untuk alasan meninggalkan salah satu pihak ada sebanyak 191 kasus perceraian. Sementara, faktor perceraian yang juga perlu diwaspadai yakni karena adanya kekerasan KDRT. Jika dilihat dari data, dia melanjutkan, kasus KDRT ini ada di nomor 4 tertinggi dari penyebab terjadinya perceraian. Pasalnya, selama 7 bulan sudah ada 15 dari kasus KDRT yang berujung pada perceraian. “Kekerasan dalam rumah tangga memang masih kerap terjadi di beberapa lingkungan sekitar dan itu menjadi salah satu pemicu dari perceraian,†pungkasnya. ulf/mas/rmc
© - Pengadilan Agama Kota Malang Kelas 1A
MALANG KOTA – Angka perceraian di Kota Malang mengalami peningkatan. Berdasarkan data Pengadilan Agama PA Kota Malang, selama kurun waktu 9 bulan, Januari-September 2021, ada kasus. Sedang pada 2020 di periode yang sama, ada kasus. Artinya, ada kenaikan sebanyak 151 kasus perceraian. Ketua PA Kota Malang Drs. H Misbah menjelaskan, pada tahun ini, sebenarnya perkara perceraian yang masuk sebanyak perkara. Dengan rincian, cerai gugat sebanyak gugatan dan cerai talak sebanyak 537. Namun yang sudah masuk tahap persidangan sebanyak perkara. Dari angka tersebut, dia juga menyebutkan, sebanyak kasus perceraian disebabkan karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus. “Faktor penyebab perceraian juga bermacam-macam,â€ungkapnya. Termasuk penyebabnya juga karena faktor ekonomi. Yang mana, sebanyak 289 perkara perceraian disebabkan karena faktor tersebut. Selebihnya, disebabkan karena beberapa penyebab yang lainnya. Misalnya, seperti terkena kasus hukum penjara, kekerasan dalam rumah tangga, murtad ataupun cacat badan. Masih di PA Kota Malang, kasus dispensasi menikah juga meningkat. Pada tahun ini periode Januari-September, ada sebanyak 198 anak yang mengajukan dispensasi nikah. Angka tersebut cenderung meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2020, periode yang sama, ada 179 pengajuan dispensasi nikah. Artinya, ada peningkatan 19 anak yang mengajukan nikah pada 2021 ini. Penitera Pengadilan Agama Kota Malang Drs. Chafidz Syafiuddin mengatakan, pengajuan dispensasi nikah ini biasanya dilakukan oleh pasangan yang hendak menikah tetapi sesuai dengan UU perkawinan, batas usianya belum mencukupi. Padahal, Menurut UU baru tentang Perkawinan, Nomor 16 tahun 2019, syarat menikah minimal berusia 19 tahun baik untuk laki-laki ataupun perempuan. “Jadi dispensasi nikah ini merupakan pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meski belum mencapai batas minimum usia pernikahan,â€jelasnya. Chafidz menyebut, selama 9 bulan 2021 ini, tercatat ada 198 anak yang mengajukan dispensasi nikah. “Namun, tidak semuanya pengajuan itu dikabulkan,†imbuhnya. Sebab, pihaknya harus menyesuaikan syarat dan ketentuan sesuai dengan UU perkawinan di fakta persidangan. Adapun penyebabnya, dia menjelaskan, masing-masing orang tentunya memiliki alasan yang berbeda. Salah satunya, juga karena faktor adanya pandemi. Selain itu, biasanya orang melakukan dipensasi nikah itu juga karena dua hal. Pertama karena kebablasan hamil di luar nikah atau memang karena ingin menikah muda. “Jadi memang penyebabnya itu beraneka ragam, antara satu dengan yang lain tidaklah sama,†bebernya. Selain itu, faktor terjadinya peningkatan angka dispensasi nikah itu juga karena adanya perubahan UU. Yang mana, saat ini kedua mempelai harus berusia 19 tahun. “Dulu yang perempuan batasannya 16 tahun, kalau sekarang harus sama-sama 19 tahun,†ungkap pria asal Mojokerto itu. Tak hanya itu, kultur masyarakat juga berpengaruh, misalnya bila masuk kalangan yang kultur religius biasanya ada kehati-hatian. “Karena tidak ingin anaknya sampai kebablasan berzina,†ungkapnya. Sebenarnya, menurut dia, seharusnya pernikahan yang bagus itu memang dilakukan jika sudah mencukupi umur sesuai undang-undang. Sebab, biasanya menikah di bawah umur, kesiapan mental dan fisiknya belum matang, sehingga menyebabkan rumah tangga yang tidak harmonis. “Tapi tentu tidak semua berakhir di perceraian,†tambahnya. Untuk antisipasi dan meminimalisir angka pengajuan dispensasi nikah ini, harus ada sinergi 3 pilar. Di antaranya orang tua, tokoh masyarakat dan pemerintah. “Pemerintah di sini lebih condong ke bidang pendidikan,†ungkap pria yang baru bertugas di PA Kota Malang sejak awal tahun 2021 itu. Sebab, bila pendidikan anak bagus dan sesuai, maka tidak akan memilih menikah muda, sebab mereka ada kewajiban sekolah. “Paling tidak bisa 12 tahun belajar, yakni sampai lulus SMA,â€tandas dia. ulf/cj9/abm/rmc MALANG KOTA – Angka perceraian di Kota Malang mengalami peningkatan. Berdasarkan data Pengadilan Agama PA Kota Malang, selama kurun waktu 9 bulan, Januari-September 2021, ada kasus. Sedang pada 2020 di periode yang sama, ada kasus. Artinya, ada kenaikan sebanyak 151 kasus perceraian. Ketua PA Kota Malang Drs. H Misbah menjelaskan, pada tahun ini, sebenarnya perkara perceraian yang masuk sebanyak perkara. Dengan rincian, cerai gugat sebanyak gugatan dan cerai talak sebanyak 537. Namun yang sudah masuk tahap persidangan sebanyak perkara. Dari angka tersebut, dia juga menyebutkan, sebanyak kasus perceraian disebabkan karena perselisihan dan pertengkaran terus menerus. “Faktor penyebab perceraian juga bermacam-macam,â€ungkapnya. Termasuk penyebabnya juga karena faktor ekonomi. Yang mana, sebanyak 289 perkara perceraian disebabkan karena faktor tersebut. Selebihnya, disebabkan karena beberapa penyebab yang lainnya. Misalnya, seperti terkena kasus hukum penjara, kekerasan dalam rumah tangga, murtad ataupun cacat badan. Masih di PA Kota Malang, kasus dispensasi menikah juga meningkat. Pada tahun ini periode Januari-September, ada sebanyak 198 anak yang mengajukan dispensasi nikah. Angka tersebut cenderung meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2020, periode yang sama, ada 179 pengajuan dispensasi nikah. Artinya, ada peningkatan 19 anak yang mengajukan nikah pada 2021 ini. Penitera Pengadilan Agama Kota Malang Drs. Chafidz Syafiuddin mengatakan, pengajuan dispensasi nikah ini biasanya dilakukan oleh pasangan yang hendak menikah tetapi sesuai dengan UU perkawinan, batas usianya belum mencukupi. Padahal, Menurut UU baru tentang Perkawinan, Nomor 16 tahun 2019, syarat menikah minimal berusia 19 tahun baik untuk laki-laki ataupun perempuan. “Jadi dispensasi nikah ini merupakan pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meski belum mencapai batas minimum usia pernikahan,â€jelasnya. Chafidz menyebut, selama 9 bulan 2021 ini, tercatat ada 198 anak yang mengajukan dispensasi nikah. “Namun, tidak semuanya pengajuan itu dikabulkan,†imbuhnya. Sebab, pihaknya harus menyesuaikan syarat dan ketentuan sesuai dengan UU perkawinan di fakta persidangan. Adapun penyebabnya, dia menjelaskan, masing-masing orang tentunya memiliki alasan yang berbeda. Salah satunya, juga karena faktor adanya pandemi. Selain itu, biasanya orang melakukan dipensasi nikah itu juga karena dua hal. Pertama karena kebablasan hamil di luar nikah atau memang karena ingin menikah muda. “Jadi memang penyebabnya itu beraneka ragam, antara satu dengan yang lain tidaklah sama,†bebernya. Selain itu, faktor terjadinya peningkatan angka dispensasi nikah itu juga karena adanya perubahan UU. Yang mana, saat ini kedua mempelai harus berusia 19 tahun. “Dulu yang perempuan batasannya 16 tahun, kalau sekarang harus sama-sama 19 tahun,†ungkap pria asal Mojokerto itu. Tak hanya itu, kultur masyarakat juga berpengaruh, misalnya bila masuk kalangan yang kultur religius biasanya ada kehati-hatian. “Karena tidak ingin anaknya sampai kebablasan berzina,†ungkapnya. Sebenarnya, menurut dia, seharusnya pernikahan yang bagus itu memang dilakukan jika sudah mencukupi umur sesuai undang-undang. Sebab, biasanya menikah di bawah umur, kesiapan mental dan fisiknya belum matang, sehingga menyebabkan rumah tangga yang tidak harmonis. “Tapi tentu tidak semua berakhir di perceraian,†tambahnya. Untuk antisipasi dan meminimalisir angka pengajuan dispensasi nikah ini, harus ada sinergi 3 pilar. Di antaranya orang tua, tokoh masyarakat dan pemerintah. “Pemerintah di sini lebih condong ke bidang pendidikan,†ungkap pria yang baru bertugas di PA Kota Malang sejak awal tahun 2021 itu. Sebab, bila pendidikan anak bagus dan sesuai, maka tidak akan memilih menikah muda, sebab mereka ada kewajiban sekolah. “Paling tidak bisa 12 tahun belajar, yakni sampai lulus SMA,â€tandas dia. ulf/cj9/abm/rmc
daftar perceraian pengadilan agama malang